Daftar Blog Saya

Kamis, 02 Februari 2012


VOX POPULI VOX DEI
By: Zidna F. Adh. (Bintang Kecil)

Miris rasanya melihat berita akhir- akhir ini. Kondisi negeriku sangat menyedihkan. Ironis. Ya ironis. Negeri yang sangat kaya raya, melimpah ruah hasil buminya, ternyata rakyatnya masih banyak yang hidup melarat. Bagaimana tidak, negeri yang dielu- elukan mempunyai ‘jalur naga’ tambang bumi ini, ternyata rakyatnya sengsara. Negeri yang memiliki tambang emas terbesar di dunia, rakyatnya harus ‘melongo’ melihat semuanya telah dirampas oleh penjajah. Negeri yang merupakan lumbung padi, ternyata banyak rakyatnya yang masih makan nasi aking. Negeri yang katanya menjungjung tinggi hukum, ternyata hanya pepesan kosong. Hukum di negeri ini hanya bualan orang- orang ber jas dan ber dasi. Hukum di negeri ini hanya berpihak pada orang- orang kaya keturunan raja. Dia bermata dua. Ketika ke atas ia tumpul, ketika ke bawah, ia tajam. Hukum di negeri ini adalah hukum rimba, siapa kuat ia yang akan menang.
Paradoks, negeri yang paradoks, mengutip pernyataan penyair besar negeri ini, Ahmad Thohari. Ya negeri ini memang sebuah negeri yang paradoks. Negeri yang sangat bertolak belakang dengan yang seharusnya. Kekayaan alam harusnya untuk rakyat, namun, justru rakyat melarat. Ekonomi, pendidikan, kesehatan harusnya juga untuk rakyat, untuk kesejahteraan dan kemaslahatan rakyat. Namun faktanya pada siapa ekonomi, pendidikan dan kesehatan kita diperuntukkan?
Jargon demokrasi di negeri ini telah mati kah? Jargon yang dari, oleh, dan untuk rakyat? Ataukah jargon ini hanya ilusi, ilusi manusia- manusia picik penyembah dunia?
Tidak cukupkah kemalangan rakyat negeri ini membuat kita sadar bahwa ternyata demokrasi bukanlah sistem hidup yang memuliakan kita sebagai manusia dan memuliakan makhluk- makhluk Allah yang lain?
Mari menengok saudara kita di negeri ini yang hanya demi menuntut ilmu , mereka rela bertaruh nyawa. Sebuah jembatan gantung di kabupaten Lebak, Banten, yang sudah aus dan mirng terpaksa harus dilewati adik- adik kita untuk berangkat sekolah. Mereka masih kecil, masa depan mereka masih panjang. Namun dengan semangat membara, dengan sangat hati- hati mereka berangkat sekolah, bertaruh dengan maut, dengan arus sungai yang mengalir deras di bawahnya. Bayangkan jika kita adalah keluarga atau ibu dari mereka. Pasti tidak akan kita biarkan anak- anak kita seperti itu. Namun, kondisi yang jauh dari kemapanan membuat rasa ingin merubah nasib kian menggebu. Ya Allah.




Masalah keamanan di negeri in rasanya sudah menjadi barang mahal. Rakyat sudah tidak lagi merasa aman hidup di negerinya sendiri. Kasus- kasus seperti penggusuran, bentrok antar suku, warga, mahasiswa sudah sering sekali terjadi. 

Namun, di atas sana, pemerintah hanya sibuk mengurusi hal- hal yang tidak penting. Renovasi gedung DPR yang menelan biaya sekian miliar bahkan triliyun ternyata telah membuat negeri ini menjadi negeri yang memalukan, sangat memalukan.
Jargon vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan) terus mereka dengungkan dan gemakan ke seantero negeri ini. Mereka menutup mata, telinga dan hati mereka demi sebuah kekuasaan. Atas nama jargon tadi mereka mengklaim diri mereka sebagai perwakilan rakyat, yang ketika mereka bersuara adalah suara Tuhan. Namun, jika rakyat yang berteriak, mereka tuli, mereka buta akan kondisi kita sebagai rakyat negeri ini. Rakyat tetap saja melarat, tetap saja hidup ‘mengenaskan’. Rakyat tetaplah budak- budak penguasa yang mati nuraninya. Vox populi vox dei, benarkah? Bagiku, adalah suara setan.


-      Dalam sebuah ketertundukan paling dalam yang pernah kulakukan
UziD ^&*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar